Setiap tanggal 12 Mei selalu diperingati sebagai International Nurses Day atau Hari Perawat Internasional,tidak terkecuali pada tahun ini; 2016. Tanggal 12 Mei merupakan tanggal kelahiran Florence Nightingale, perawat yang namanya melegenda sebagai sosok perawat yang penuh ketulusan dan kasih sayang dalam memberikan perawatan bagi serdadu Inggris di medan perang. Tentang alasan mengapa tanggal 12 Mei dipilih sebagai Hari Perawat Internasional selain karna bertepatan dengan hari lahirFlorence Nightingale sendiri menjadi tidak begitu penting menjadi bahan pembicaraan apalagi bahan perdebatan.
Pada tahun 2016 ini, International Council of Nurses atau Konsil Keperawatan Internasional sebagai lembaga tertinggi profesi perawat di dunia menetapkan tema "Nurses: A Force for Change: Improving health systems' resilience", yang kurang lebih pengertiannya adalah Perawat merupakan kekuatan untuk perubahan demi sebuah ketahanan sistem kesehatan. Bersamaan dengan peluncuran tema ini, ICN juga meluncurkan logo, video pesan dan sebuah buku panduan.
Gambaran Perawat di Indonesia
Sampai tahun 2015, menurut Data Tenaga Kesehatan Kementrian Kesehatan RI jumlah perawat yang terdaftar di negara ini mencapai 288.405 orang yang lapangan kerjanya tersebar di Instansi Pemerintah maupun swasta. Jika merujuk pada standar WHO maka rasio perawat di Indonesia dikategorikan cukup. Namun hal ini tidak berlaku di lapangan, kenyataannya tenaga perawat tertumpuk di kawasan perkotaan dan menjadi sesuatu yang langka untuk wilayah pedalaman/ pedesaan. Sebagian besar perawat di Indonesia tergolong sebagai perawat vokasi, yakni perawat dengan jenjang pendidikan Diploma III. Berkaitan dengan tema yang diusung oleh ICN dalam perayaan Hari Perawat Internasional merujuk dalam naskah publikasi yang dirilis, perawat dituntut untuk menjadi role model khususnya dalam membangun sebuah sistem kesehatan dalam negara masing-masing.
Merujuk pada UU No.38 Tahun 2014 tentang Praktik Keperawatan, perawat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah sistem kesehatan yang dibangun oleh pemerintah dan negara. Baik dalam sistem pelayanan, pembiayaan dan jaminan maupun dalam sistem regulasi yang ada. Hal ini menuntut kemampuan dan kompetensi yang baik dari perawat agar dapat menyesuaikan diri dengan sistem yang sudah dirancang sehingga pembangunan kesehatan dapat terlaksana dengan baik.
Namun yang patut disayangkan dalam hal ini adalah; masih banyak perawat di Indonesia yang belum mampu memenuhi kriteria dan kompetensi yang diperlukan, bahkan untuk kebutuhan dalam negeri sekalipun. Sedangkan untuk lapangan kerja di luar negeri, memang selalu ada kontribusi dari perawat yang menjadi pekerja professional di luar negeri. Tetapi apabila dibandingkan dengan jumlah keseluruhan perawat di Indonesia maka jumlah 100-200an tenaga perawat yang mampu memenuhi kompetensi untuk bekerja di luar negeri tersebut tentunya sangat kecil.
Perawat belum mampu menunjukkan kemampuan yang memadai untuk memberikan pelayanan yang komprehensif. Hal ini bukan kesalahan mutlak dari individu perawat, melainkan banyak kontribusi kelemahan yang disumbangkan oleh sistem maupun regulasi. Saat ini, banyak perawat yang berstatus honor maupun magang di Instansi pemerintah dan swasta yang tidak mendapatkan penghasilan yang layak secara finansial maupun moril. Hal ini jelas berpengaruh; bagaimana tidak, dituntut bekerja professional tetapi dibayar seadanya dan sudah pasti hal ini tidak berimbang. Hal ini berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial pada profesi kesehatan lainnya yang justru mendapatkan segala sesuatu yang lebih layak, baik dari sisi regulasi maupun finansial. Meskipun sebenarnya perawat tidak perlu mencemaskan atau bahkan merasa tersaingi oleh profesi lain karna memang berbeda disiplin ilmu.
Ilustrasi Perawat (Sumber: health.kompas.com) |
Tantangan bagi Perawat Indonesia
Kedepan, ada beberapa tantangan yang harus dan akan dihadapi oleh perawat di Indonesia
- Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), akhir tahun 2015 adalah masa dimulainya era Masyarakat Ekonomi ASEAN atau MEA yang salah satu poinnya adalah setiap tenaga kerja professional bebas keluar masuk dan bekerja di seluruh negara yang termasuk dalam kawasan ASEAN. Hal ini merupakan sebuah ancaman sekaligus tantangan bagi perawat Indonesia untuk bisa mensejajarkan diri dan mendapat pengakuan secara internasional. Filipina dan Thailand merupakan negara dengan kualitas dan kompetensi perawat yang terbaik di ASEAN dan sudah diakui secara internasional. Tenaga kerja Perawat dari kedua negara tersebut tersebar ke seluruh penjuru dunia dengan standar kompetensi yang baik dan teruji. Salah satu tantangannya adalah kemampuan berbicara Bahasa Inggris sebagai bahasa yang umum digunakan di dunia internasional yang mana sebagian besar perawat di Indonesia tidak menguasai.
- Perubahan MDG's ke SDG's, dengan berakhirnya Millenium Development Goal's atau MDG's yang dicanangkan oleh PBB sebagai tujuan pencapaian global pada tahun 2015 yang lalu, maka dicanangkanlah Sustainable Development Goal's atau SDG's sebagai sasaran global berikutnya. sebagai sebuah tujuan yang berkelanjutan, SDG's diklaim lebih menjangkau seluruh lapisan masyarakat dunia beserta aspek permasalahan yang dihadapi jika dibandingkan MDG's. Jika pada MDG's hanya memiliki 8 sasaran global maka SDG's memiliki 17 sasaran yang sebagian besar berafiliasi pada sektor kesehatan dan pembangunan manusia dimana perawat menjadi bagian yang tidak terpisahkan didalamnya. Sebagai sasaran global, maka secara otomatis seluruh poin SDG's akan masuk dalam rencana pembangunan pemerintah pusat sampai ke daerah. Perawat dituntut mampu menterjemahkan sasaran tersebut dan melaksanakannya dengan baik sehingga sasaran yang diproyeksikan dapat tercapai dan memuaskan.
- Regulasi dan Perundang-undangan, hal ini menjadi salah satu tantangan terberat yang harus dihadapi perawat di Indonesia. Lambannya proses legislasi bagi profesi keperwatan dapat dilihat dari panjangnya waktu pengesahan RUU praktik Keperawatan menjadi UU Praktik Keperawatan; yang nyaris 10 tahun terus menerus berada di daftar tunggu. Belum lagi hingga saat ini Konsil Keperawatan belum dibentuk oleh Pemerintah, padahal dalam UU No.38 Tahun 2014 dengan jelas dikatkan bahwa Konsil Keperawatan RI paling lambat dibentuk pada Oktober 2016. Sedikit aneh karna konsil tersebut justru baru direncanakan dibentuk setelah MEA dimulai pada akhir tahun 2015. Ketiadaan Konsil berpengaruh pada skema kompetensi perawat di Indonesia karna hingga saat ini kita belum meiliki sistem penjamin mutu perawat Indonesia, padahal hal tersebut penting mengingat Indonesia sudah mulai mengirim tenaga keperawatan bertaraf internasional ke beberapa negara. Proses legislasi adalah sebuah political process bagi sebuah negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. Keperawatan belum memiliki kekuatan secara politik sehingga hal ini sangat bepengaruh terhadap produktivitas regulasi yang diperuntukan bagi profesi perawat. Belum lagi regulasi yang tidak update, tumpang tindih dan multitafsir membuat perawat sulit untuk memahami serta menjalankan regulasi yang dikeluarkan.
Sebagai implementasi dari semangat Hari Perawat Internasional 2016 ini maka sudah seharusnya perawat mampu menjadi role model dalam sistem kesehatan yang berlaku di Indonesia. Perawat harus mampu mengedepankan semua aspek positif dan mulai belajar untuk senantiasa meningkatkan kemampuan serta wawasan. Perawat harus berdiri dibarisan terdepan dalam segala situasi, baik yang berhubungan dengan hak maupun kewajiban agar ada keseimbangan dan menciptakan harmoni dalam menjalani profesi.
Selamat memperingati Hari Perawat Internasionl 2016, maju terus profesi Perawat.
Tuhan Memberkati.
Referensi:
1. Publikasi ICN dalam rangka International Nurses Day 2016, dapat diunduh disini
2. Harian KOMPAS dalam http://print.kompas.com/baca/2015/03/20/Memacu-Daya-Saing-Perawat