Selasa, 27 Mei 2014

Materi Ajar Keperawatan Gawat Darurat



Untuk teman-teman perawat maupun mahasiswa keperawatan yang sedang mencari referensi tentang Keperawatan Gawat Darurat, berikut saya sediakan beberapa materi yang bisa dijadikan bahan rujukan. Materi yang saya sediakan adalah materi ajar mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat bagi mahasiswa semester VI Akper Bethesda Serukam, Kalimantan Barat.
Klik pada poin untuk mengunduh file yang saya sediakan dalam format .pdf.
Semoga bermanfaat
  1. Konsep Keperawatan Gawat Darurat download here
  2. Emergency Nurse download here
  3. Konsep IGD download here
  4. Konsep ICU download here
  5. Triage download here
  6. Bagan Triase START download here
  7. Konsep Airway & Breathing download here
  8. Konsep Sirkulasi download here
  9. Konsep Defibrilasi download here
  10. Konsep Bantuan Hidup Dasar (BHD) download here
  11. Bagan Algoritma BHD download here
Supported by Dropbox

Kamis, 15 Mei 2014

Pontianak Post Online | Portal Berita: 5.629 Kasus TB Paru BTA Positif


================================================================================
Asep Haryono on 14/05/2014 09:24:00
Andy Jap
PONTIANAK - Jumlah kasus penyakit tuberculosis (TB) paru BTA positif di Kalimantan Barat mencapai 5.629 kasus pada tahun lalu. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar, Andy Jap menegaskan penyakit tersebut dapat disembuhkan, jika pasien patuh dalam mengobati penyakitnya.“Terpenting pasien patuh untuk berobat dan mengonsumsi obatnya. Pengobatan harus tuntas. Kalau tidak tuntas kumannya bisa kebal,” ujar Andy kepada Pontianak Post, Selasa (13/5). Menurut Andy, Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar bersama pemerintah kabupaten kota berupaya menemukan kasus TB. Mereka yang positif mendapatkan pengobatan dan obat-obatan gratis. Obat-obatan ini tersedia di puskesmas. “Ditargetkan Indonesia harus bebas TB,” ujar Andy.Kepala Bidang Pengelola Penyakit dan Pendekatan Lingkungan Dinkes Kalbar, Honggo Simin menambahkan pada tahun lalu sebanyak 5.629 kasus yang dikonfirmasi BTA positif. “Totalnya ada 5.771 kasus. Dari jumlah tersebut 5.629 dinyatakan TB paru BTA positif, sedangkan sisanya 142 kasus dinyatakan ekstra paru,” kata Honggo. Ia menjelaskan Dinkes Kalbar belum dapat mengambil data mengenai penyakit TB pada tahun ini. Hal ini dikarenakan adanya gangguan sistem. “Data itu kiriman dari kabupaten dan kota dengan menggunakan sistem. Karena ada gangguan sistem, tidak bisa diambil dulu,” ujarnya. Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Kalbar, Frederika Cornelis mengatakan penanganan TB tidak hanya dilakukan pemerintah dan jajaran kesehatan. Penanganannya harus melibatkan mitra dan sektor terkait yakni pemerintah, swasta, masyarakat, pasien TB, maupun mantan pasien TB. Peningkatan koordinasi, sinkronisasi, harmonisasi, dan keterpaduan antara pemangku kepentingan harus dilakukan mulai dari perencanaan hingga penilaian. “Hal ini agar pencapaian tujuan program berjalan efektif dan efisien,” ujarnya, yang menghadiri juga acara jalan santai HKG PKK dan Hari TB Sedunia Tahun 2014 di Sekadau, kemarin.Ia menjelaskan program pemberantasan TB di Indonesia dilaksanakan secara nasional pada 1969 dan dikoordinir Departemen Kesehatan. Pengobatan dilakukan gratis dengan menggunakan obat standar. Pada 1987 pemerintah hanya menggunakan obat jangka pendek dengan obat tertentu dalam waktu satu sampai lima bulan. Hasil angka kesembuhannya bervariasi, antara 40 persen sampai 60 persen, sedangkan angka kesembuhan yang diharapkan minimal 85 persen. Menurut Frederika, TB merupakan salah satu indikator keberhasilan MDGs yang harus dicapai Indonesia, yakni menurunkan angka kesakitan dan kematian menjadi setengahnya pada 2015. “Kami (PKK) memiliki komitmen kuat dan berkontribusi aktif dalam upaya pengendalian TB sesuai lingkup bidang masing-masing,” katanya. (uni)

Referensi
Harian Pontianak Post tanggal 14 Mei 2014, "5.629 Kasus TB Paru BTA Positif". Tersedia dalam http://www.pontianakpost.com, diakses tanggal 15 Mei 2014. Disalin sesuai aslinya.

Senin, 12 Mei 2014

Refleksi Hari Perawat Internasional; Lebih dari sekedar perayaan ulang tahun Florence Nightingale

Oleh : Pieter Mario Elpradivta, S.Kep.,Ners




International Nurses Day
Setiap tanggal 12 Mei, seluruh perawat di dunia secara bersama-sama memperingati "International Nurses Day" atau Hari Perawat Internasional. Dalam rangka memperingati perayaan tersebut, ada banyak kegiatan maupun cara yang dilakukan oleh perawat di masing-masing negara. Beberapa diantaranya merayakan dengan membagi bunga kepada pasien, melakukan kegiatan amal maupun dengan menggelar aksi damai yang bertujuan untuk menyampaikan aspirasi perawat.

Mengapa tanggal 12 Mei diperingati sebagai Hari Perawat Internasional? Pertanyaan ini mungkin selalu berputar di pikiran sebagian besar perawat atau orang awam yang melihat antusiasme dalam perayaan ini. Sebelum lebih jauh larut dalam "latah" dengan perayaan hari perawat, ada baiknya jika kita terlebih dahulu mengetahui dan mengenal sejarah tentang pemilihan tanggal 12 Mei tersebut.
Florence Nightingale

Ulang Tahun Florence Nightingale
Tanggal 12 Mei sendiri sebenarnya adalah tanggal kelahiran Florence Nightingale, seorang perawat asal Firenze Italia pada tahun 1820. Terpilihnya hari kelahiran Florence Nightingale sebagai hari perawat internasional diprakarsai oleh International Council of Nurses (ICN) atau Dewan Perawat Internasional pada tahun 1974. Untuk merayakan hari perawat internasional, ICN setiap tahunnya mengirimkan kotak Hari Perawat Internasional. Kotak tersebut berisi bahan-bahan informasi pendidikan dan publik, untuk digunakan oleh perawat di mana-mana. Jika merunut ke belakang ICN telah merayakan hari perawat internasional ini sejak tahun 1965. Pada tahun 1953, Dorothy Sutherland, seorang pejabat di Departemen Kesehatan, Pendidikan dan Kesejahteraan Amerika Serikat, mengusulkan agar Presiden Dwight D. Eisenhower memproklamirkan "Hari Perawat", namun dia tidak menyetujuinya [1].

Pemilihan tanggal 12 Mei ternyata mengalami penolakan dari beberapa organisasi profesi keperawatan di Amerika Serikat. Pada tahun  tahun 1999, sebuah organisasi profesi keperawatan, UNISON, bahkan meminta ICN untuk mengubah tanggal hari peringatan ini ke tanggal lain dan mengatakan bahwa Nightingale tidak mewakili keperawatan modern. Hal ini tidak digubris oleh ICN, karena sebelum mendapatkan keberatan dari UNISON Pada tahun 1998, 8 Mei ditetapkan sebagai Hari Keperawatan Mahasiswa Nasional. Penetapan hari perawat internasional ini diikuti kemudian pada tahun 2003, dengan menetapkan hari Rabu antara tanggal 6 hingga 12 Mei dirayakan sebagai Hari Perawat Sekolah Nasional [2]

Latar belakang inisiatif ICN memilih hari kelahiran Florence Nightingale sebagai hari perawat internasional lebih didasari pada sisi ketokohan, bukan siapa yang pertama. Florence dianggap dapat merepresentasikan sosok perawat modern yang berfikiran maju serta mempunyai wawasan dan pengetahuan yang tinggi. Sosok Florence juga dianggap mewakili perawat dari sisi caring atau kepedulian terhadap pasien, dimana dapat memandang manusia sebagai mahkluk ciptaan Tuhan yang utuh dan perlu ketulusan hati.
 
Perawat Modern
Florence Masa Kini 
Terlepas dari segala perdebatan mengenai tanggal 12 Mei yang ditetapkan sebagai Hari Perawat Internasional maupun perdebatan lainnya, ada hal lain yang sebenarnya lebih layak menjadi bahan diskusi. Tahun ini tema yang diambil dalam merayakan Hari Perawat Sedunia yang dikutip dari International Council of Nurses (ICN) adalah 'A Force for Change A Vital Resource for Health'. Tema ini diambil untuk para perawat yang melakukan perubahan dengan sebuah sumber daya vital bagi kesehatan di sepanjang tahun, melalui aksi individu dan kegiatan kelompok [3]
"Para perawat memegang peran penting, basis dalam perkembangan kondisi fisik setiap pasien, sehingga mempengaruhi populasi dan sistem kesehatan," tulis situs Altius Directory. Perawat juga merupakan pekerjaan yang menanamkan kepedulian tentang kesehatan [3]. Dalam sebuah sistem kesehatan, perawat memegang peranan penting dalam hal yang bersifat Promotif, Preventif dan Rehabilitatif. Hal ini yang kemudian direfleksikan oleh ICN dalam tema untuk perayaan Hari Perawat Internasional Tahun 2014.

Sebagai sebuah sumber daya vital, perawat sudah seharusnya memiliki kemampuan yang cakap dan berkompeten dalam bidang keperawatan. Perawat dituntut untuk melaksanakan 7 peran utama dalam memberikan asuhan keperawatan yakni; pemberi asuhan keperawatan, advokat, edukator, koordinator, kolaborator, konsultan dan pembaharu. Untuk melaksanakan peran tersebut, perawat harus mampu memenuhi kebutuhan klien. Bukan hanya kebutuhan biologis, namun juga kebutuhan psikologis, sosial dan kultural sehingga menjadi sebuah proses yang komprehensif.

Kenyataannya, tidak semua perawat mampu mengikuti tuntunan dan melaksanakan peran yang telah dirumuskan bersama. Seringkali perawat tidak mampu menunjukkan kompetensi dan profesionalitasnya saat memberikan asuhan keperawatan. Tidak heran, di beberapa negara khususnya negara berkembang profesi perawat masih dianggap sebagai "asisten" maupun "pembantu" profesi kesehatan lainnya. Sebuah ironi ditengah kemajuan pesat bidang keilmuan dan pengetahuan secara global khususnya di bidang kesehatan.
 
Demo menuntut pengesahan RUU Keperawatan di Gedung DPR-RI
Florence-Florence di Indonesia
Di Indonesia, perawat menjadi sebuah profesi yang bertumbuh dan berkembang pesat khususnya dalam hal kuantitas baik institusi pendidikan maupun lulusan. Pada tahun 2013, jumlah perawat yang bekerja di sarana kesehatan di seluruh Indonesia mencapai 296.126 orang atau 33,12% dari total sebanyak 894.095 orang tenaga kesehatan dari berbagai profesi [4]. Jika dihitung berdasarkan rasio World Health Organisation jumlah perawat dengan jumlah penduduk di Indonesia sudah mencukupi [5]. 
Untuk menghasilkan SDM perawat, Indonesia tercatat memiliki 753 Akademi Keperawatan (Akper), 368 Politeknik Kesehatan (Poltekkes), 311 prodi S1, 7 prodi S2 dan 1 prodi S3 yang tersebar di seluruh Indonesia [6].

Besarnya jumlah institusi ternyata belum sebanding dengan kualitas pengelolaan maupun output yang dihasilkan. Untuk Akaper contohnya, dari jumlah 753 Akper di seluruh Indonesia tersebut, 457 diantaranya memiliki sertifikat akreditasi yang masih berlaku, 44 kadaluarsa dan 252 belum terakreditasi. Jumlah ini tentunya sangat fantastis sekaligus dilematis, dimana lebih dari 50% Akper ternyata belum terakreditasi yang berarti bahwa kualitas lulusan masih diragukan [6].
Dalam perkembangannya, perawat Indonesia banyak yang bekerja di luar negeri seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada, Inggris, Belanda, Norwegia. Kebutuhan perawat Indonesia di dunia Barat meningkat pesat. Hal ini sejalan dengan penuaan usia dan menurunnya keinginan menjadi perawat pada generasi muda di Barat. Diperkirakan, di Amerika saja kekurangan perawat profesional berkisar 1 juta orang di tahun 2015. Selain itu, saat ini perawat Indonesia juga memiliki peluang besar untuk bekerja di negara Timur Tengah [7]. Secara umum, kebutuhan perawat di dunia saat ini dipasok dari tiga negara Asia, yakni, Filipina, China dan India. Padahal secara geografis, Indonesia negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia.

Ada beberapa kelemahan mendasar yang dimiliki oleh perawat di Indonesia, sehingga kurang diperhitungkan dalam hal pemenuhan kebutuhan tenaga perawat internasional. Kelemahan mendasar, para lulusan perawat ini standar kompetensinya tidak diakui dunia internasional. Sebagai perbandingan, lulusan perawat Malaysia diakui oleh negara Commonwealth dan lulusan perawat Filipina langsung bisa bekerja di Amerika dan Eropa [7].

Kelemahan kedua, perawat Indonesia kemampuan bahasa Inggris menyedihkan. Padahal kemampuan berbahasa Inggris sangat dibutuhkan dalam kompetisi tingkat internasional. Begitu juga soal ketrampilan, perawat Indonesia masih kurang, terlihat dari segi skoring the national council licensure examination (NCLEX) yang masih rendah. Ujian NCLEX merupakan prasyarat perawat Indonesia untuk dapat bekerja di luar negeri. Sebagai gambaran, skor yang diperoleh perawat Indonesia hanya mencapai angka 40. Padahal skoring yang dibutuhkan untuk bekerja di Eropa antara 50 sampai 70. Bahkan di Amerika Serikat skoring dipatok 70 sampai 80 [7].

Hal ini menunjukkan betapa tertinggalnya profesi keperawatan di negara kita, bahkan untuk bersaing dengan negara di regional ASEAN saja sangat sulit. Belum lagi adanya indikasi ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola keperawatan menjadi sebuah profesi yang lebih odern dan professional. Kita ambil contoh, Rencana Undang Undang (RUU) Keperawatan yang mengatur berbagai macam ketentuan belum disahkan sampai saat ini. Padahal, RUU Keperawatan yang disusun oleh Konsil Keperawatan Indonesia tersebut telah diajukan melalui Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di DPR-RI sejak tahun 2009. Sampai dengan pertengahan tahun 2014, RUU Keperawatan belum mampu disahkan menjadi sebuah Undang-Undang. Terakhir, beberapa media menuliskan bahwa RUU Keperawatan telah mengalami pengurangan esensi sebesar 60% dari draft awal yang telah diajukan.

Harapan dalam kegelapan
Melalui momen peringatan Hari Perawat Internasional di tahun 2014 ini, perawat diharapkan mampu merebut sebuah momentum untuk bangkit ditengah keraguan dan keterpurukan profesi. Perawat harus mampu terus meng-upgrade kemampuan, pengetahuan maupun level pendidikan dalam bidang keperawatan. Selain itu, perawat juga harus mampu terus mengawal hak dalam memperoleh pengakuan melalui perundang-undangan dan peraturan legal khususnya di Indonesia.

Salah satu jalan untuk menjadikan profesionalitas perawat menjadi lebih baik sudah diupayakan melalui adanya Uji Kompetensi bagi mahasiswa Keperawatan sebagai syarat untuk memperoleh pengakuan dalam bentuk Surat Tanda Registrasi (STR). Diharapkan melalui terobosan dan pemikiran seperti ini maka profesi keperawatan akan bertumbuh dan berkembang menjadi lebih baik. 

Tidak cukup jika kita sebagai perawat hanya memenuhi social media kita dengan meng-update status maupun gambar yang dianggap berkaitan dengan International Nurses Day. Lebih daripada itu, harus ada pemikiran, ide dan tindakan yang lebih nyata untuk membangun profrdi yang kita cintai ini. Selamat Merayakan Hari Perawat Internasional tahun 2014, jadilah perawat yang CERDAS dalam berpikir, SANTUN dalam bertindak dan TERAMPIL dalam bekerja.
Tuhan Memberkati


Referensi
[1]. Wikipedia, 2013. "Hari Perawat Internasional". [link] Diakses tanggal 11 Mei 2014
[2]. Yulia, 2014. "Hari Perawat Sedunia, Selamat Ultah Florence Nightingale". [link] Diakses tanggal 12 Mei 2014
[3]. ICN, 2014. "International Nurses Day, A Force for Change A Vital Resource for Health". [link] Diakses tanggal 12 Mei 2014
[4]. BPPSDMK Depkes RI, 2013. "Rekapitulasi SDM Kesehatan di Indonesia". [link] Diakses tanggal 12 Mei 2014
[5]. Depkes RI, 2013. "Menkes: Kembalikan Kebanggan Untuk Melayani dalam Diri Perawat". [link] Diakses tanggal 12 Mei 2014
[6]. HPEQ Dikti, 2013. "Data Akreditasi Program Studi Keperawatan Per April 2012".[link] Diakses tanggal 12 Mei 2013
[7]. Kedaulatan Rakyat, 2013. "Standar Kompetensi Perawat Indonesia Tak Diakui Dunia". [link] Diakses tanggal 04 Februari 2014.





 
 
 

Tahun ini tema yang diambil dalam merayakan Hari Perawat Sedunia yang dikutip dari International Council of Nurses (ICN) adalah 'A Force for Change A Vital Resource for Health'. Tema ini diambil untuk para perawat yang melakukan perubahan dengan sebuah sumber daya vital bagi kesehatan di sepanjang tahun, melalui aksi individu dan kegiatan kelompok. - See more at: http://news.liputan6.com/read/2048606/hari-perawat-sedunia-tt-selamat-ultah-florence-nightingale#sthash.j55hV7kE.dpuf
Tahun ini tema yang diambil dalam merayakan Hari Perawat Sedunia yang dikutip dari International Council of Nurses (ICN) adalah 'A Force for Change A Vital Resource for Health'. Tema ini diambil untuk para perawat yang melakukan perubahan dengan sebuah sumber daya vital bagi kesehatan di sepanjang tahun, melalui aksi individu dan kegiatan kelompok. - See more at: http://news.liputan6.com/read/2048606/hari-perawat-sedunia-tt-selamat-ultah-florence-nightingale#sthash.j55hV7kE.dpuf
Tahun ini tema yang diambil dalam merayakan Hari Perawat Sedunia yang dikutip dari International Council of Nurses (ICN) adalah 'A Force for Change A Vital Resource for Health'. Tema ini diambil untuk para perawat yang melakukan perubahan dengan sebuah sumber daya vital bagi kesehatan di sepanjang tahun, melalui aksi individu dan kegiatan kelompok. - See more at: http://news.liputan6.com/read/2048606/hari-perawat-sedunia-tt-selamat-ultah-florence-nightingale#sthash.j55hV7kE.dpuf

Sabtu, 10 Mei 2014

TB RESISTAN OBAT, ANCAMAN DALAM UPAYA PENGENDALIAN TUBERKULOSIS DI INDONESIA

Oleh : Pieter Mario Elpradivta, S.Kep.,Ners


Gambar 1. Obat Anti Tuberkulosis (Sumber: Medicastore)


APA ITU TB RESISTAN OBAT?
"Ibu/Bapak, selama di rumah jangan sampai berhenti minum obatnya ya. Kalau sudah hampir habis, segera ke Puskesmas/ RS terdekat supaya bisa langsung disambung obatnya." Pernyataan tersebut adalah sebuah pernyataan yang familiar terdengar di sarana layanan kesehatan pada saat memberikan obat kepada pasien TB. Dokter, perawat maupun petugas farmasi sering memberikan penjelasan berulang-ulang mengenai tatalaksana pemberian obat kepada pasien. Mengapa hal ini menjadi sangat penting dan harus disampaikan berulang-ulang? Jawabannya hanya satu, mencegah terjadinya TB Resistan Obat.

TB Resistan Obat atau yang dikenal luas sebagai TB MDR (Multi Drug Resistance) adalah TB yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis yang telah mengalami kekebalan terhadap OAT (Obat Anti Tuberkulosis) [1]. Selain itu TB MDR atau TB Resisten Obat dapat didefenisikan sebagai sebuah kondisi dimana pasien resistan terhadap obat anti tuberkulosis yang paling poten yakni INH dan Rifampicin secara bersama-sama atau disertai resisten terhadap obat anti TB lini pertama (ethambutol, streptomycin, dan pirazinamide) [2]. 

Di beberapa negara seperti Indonesia, Ethiopia, India, Filipina, dan Rusia, jumlah kasus TB-MDR yang ditemukan dari penderita TB yang menjalani pengobatan lini kedua meningkat antara 2009 dan 2011 dengan perubahan rata-rata per tahun lebih dari 50%. Di Indonesia, misalnya, dari 182 (383) kasus TB-MDR yang ditemukan pada 2010 (2011), 142 (260) diantaranya ditemukan dari penderita TB yang menjalani pengobatan lini kedua [6].

TB Resistan Obat secara umum dikategorikan dalam 4 kategori [3] 
  1. Primary resistance (Pasien TB Baru): terdapat resisten pada kultur pasien TB tanpa pengobatan sebelumnya atau TB kurang dari 1 bulan.
  2. Aquired resistance (Resisten yang didapat): resisten pada pasien yang telah mendapatkan pengobatan TB lebih dari 1 bulan
  3. Re Treatment resistance (Resisten berulang): resisten pada pasien dengan pengobatan yang diulang, setelah pengobatannya selesai
Sedangkan klasifikasi resisten obat TB menurut WHO (2013) adalah sebagai berikut [4]:
  1. Rifampisin-resistant: adanya resistensi terhadap obat rifampisin.
  2. Mono-resistant: adanya resistensi terhadap satu jenis obat anti tuberkulosis lini pertama
  3. Poli resistant: resistensi terhadap lebih dari satu obat anti tuberkulosis lini pertama, selain isoniazid dan rifampicin.
  4. Multidrug resistant (MDR): resistensi terhadap paling sedikit isoniazid dan rifampisin.
  5. Highly drug resistant (HDR): MDR disertai resistensi terhadap minimal 2 dari jenis obat lini kedua.
  6. Extensively drug-resistant (XDR): MDR disertai resistensi terhadap semua jenis fluorokuinon dan paling sedikit terhadap satu dari tiga jenis obat suntikan lini kedua (capreomisin, kanamisin dan amikasin), MDR disertai resistensi tehadap minimal 3 dari 6 jenis obat lini kedua. 
 

MENGAPA TB RESISTAN OBAT BISA TERJADI?
Pertanyaan ini yang seringkali muncul dalam benak kita saat menemukan pasien yang sudah sekian bulan mengkonsumsi OAT namun ternyata mengalami TB Resistan. Untuk mengetahui bagaimana hal tersebut dapat terjadi, tentunya kita harus menguasai terlebih dahulu Farmakologi, Mikrobiologi dan Biokimia sebagai pembanding antara reaksi obat dengan tubuh. 

Secara Farmakologi, OAT merupakan obat yang tergolong dalam kelas terapi antimikroba atau yang lebih dikenal dengan antibiotik. Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
  1. Obat primer: INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
  2. Obat sekunder: Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.
Meskipun demikian, pengobatan TB paru-paru hampir selalu menggunakan tiga obat yaitu INH, rifampisin dan pirazinamid pada bulan pertama selama tidak ada resistensi terhadap satu atau lebih obat TB primer ini [5].

Gambar 2. Mycobacterium Tuberculosis, bakteri penyebab TB (Sumber: www.turbosquid.com)
Bakteri penyebab TB menjadi resisten ketika penderita TB tidak mendapatkan atau tidak menjalani pengobatan lengkap. Resistensi obat TB, seperti drug sensitive TB juga dapat menular melalui udara dari penderita kepada bukan penderita. MDR-TB merupakan bentuk TB yang tidak me-respon terhadap standar 6 bulan pengobatan yang menggunakan obat standard atau first-line (resisten terhadap isoniazid dan rifampicin) Dibutuhkan waktu 2 tahun untuk diobati dengan obat yang 100 kali lebih mahal dibandingkan pengobatan dengan obat standard (first-line)[5].

Secara umum, TB Resistan Obat bisa terjadi pada penderita TB dikarenakan beberapa faktor,yakni [1] :
  1. Ketidakpatuhan pasien dalam meminum obat, sehingga pasien tidak menyelesaikan program pengobatan yang diberikan.
  2. Ketidaktepatan petugas kesehatan memberikan pengobatan baik paduan, lama pengobatan, dosis dan kualitas obat. Selain itu sistim suplai obat yang buruk akan memperberat keadaan.
Jika dibagi berdasarkan individu, TB resistan obat dapat terjadi karena ketidakmampuan pasien, petugas kesehatan serta keluarga/ orang di sekitar pasien;
  1. Ketidakmampuan pasien/ penderita, disebabkan oleh kurang pengetahuan atau kurang sumber informasi yang adekuat sehingga yang seringkali terjadi adalah ketidakpatuhan terhadap jadwal program pengobatan.
  2. Ketidakmampuan petugas kesehatan, disebabkan oleh kurang baik dalam memberikan pendidikan kesehatan serta menjelaskan obat beserta program pengobatan yang harus dijalani pasien. Stok OAT yang kosong di sarana layanan kesehatan masyarakat juga ditenggarai sebagai salah satu kelalaian yang dapat menyebabkan terjadinya TB Resistan Obat.
  3. Ketidakmampuan keluarga/  orang di sekitar pasien, disebabkan oleh kurang pengetahuan dan kurang inisiatif dalam mengingatkan serta mengawasi pasien untuk mengonsumsi OAT sesuai jadwal yang ditentukan
SIAPA SAJA YANG BISA BERESIKO MENGALAMI TB RESISTAN OBAT?
Pada dasarnya, TB Resistan obat dapat terjadi kepada siapa saja, namun cenderung akan lebih sering terjadi pada [1]:
  1. Tidak menelan obat TB secara teratur seperti yang disarankan oleh petugas kesehatan.
  2. Sakit TB berulang serta mempunyai riwayat mendapatkan pengobatan TB sebelumnya.
  3. Datang dari wilayah yang mempunyai beban TB resistan obat yang tinggi.
  4. Kontak erat dengan seseorang yang sakit TB resistan obat.
Gambar 3. Perawat membantu pasien makan dan minum obat (Istimewa)

PERAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TB RESISTAN OBAT
Perawat memegang peranan strategis dalam upaya menurunkan angka terjadinya TB resistan obat melalui pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif dan profesional. Perawat diharapkan mampu menjadi garda terdepan dalam pelaksanaan program yang direncanakan pemerintah maupun organisasi yang berkaitan dengan TB di seluruh dunia. Perawat dituntut untuk memiliki kemampuan yang baik dalam melakukan upaya peningkatan kesehatan melalui promotif, preventif dan rehabilitatif sedangkan upaya kuratif lebih dibebankan kepada dokter bekerjasama dengan apoteker.
Upaya promotif dan preventif dilakukan dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga, terutama kepada pasien yang sebelumnya terdiagnosis TB. Hal ini menjadi faktor penting dan menentukan keberhasilan pasien TB dalam menjalani program pengobatan. Perawat dapat bekerjasama dengan kader kesehatan serta keluarga pasien sebagai PMO (Pengawas MInum Obat) untuk mencegah dan meminimalisir angka kejadian TB Resistan Obat yang disebabkan oleh masalah-masalah yang mengakibatkan pasien tidak meminum obat sesuai jadwal.

Dalam kaitan dengan TB Resistan Obat, maka ada 4 peran sentral perawat berdasarkan Lokakarya Kesehatan tahun 2008 yang dapat diterapkan dalam upaya penangananan, yakni:
  1. Peran perawat sebagai pelaksana layanan keperawatan; perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan TB Resistan Obat. Tepat dalam artian, seorang perawat mampu memberikan asuhan keperawatan secara sistematis berdasarkan proses keperawatan; pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.
  2. Peran perawat sebagai pendidik dalam keperawatan; perawat mampu memberikan pendidikan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien TB dan keluarga serta tenaga kesehatan lainnya. Pendidikan kesehatan menjadi poin penting dalam menanamkan pengetahuan kepada pasien dan keluarga mengenai pentingnya minum obat sesuai program pengobatan yang ditentukan. Terhadap keluarga, secara khusus perawat dituntut mampu memberikan motivasi untuk mengawasi perilaku minum obat pada pasien secara terus-menerus
  3. Peran perawat sebagai pengelola layanan keperawatan; perawat mampu melakukan manajemen dan pendataan yang baik mengenai kebutuhan khusus pasien seperti PMO (Pengawas Minum Obat) serta jadwal kunjungan rutin untuk memastikan pasien mengikuti program pengobatan yang ditentukan.
  4. Peran perawat sebagai peneliti dan pengembang layanan keperawatan; perawat mampu melakukan riset sederhana terhadap perilaku pasien TB dalam mengkonsumsi OAT. Hasil riset berupa data ini tentunya dapat dipegunakan untuk keperluan penelitian lanjut dalam upaya penanganan TB Resistan Obat. (piet)
Referensi
[1] TB Indonesia. "Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resistan Obat". [link] Diakses tanggal 9 Mei 2014
[2] Kompas Health. "Tatalaksana TB Tak Sesuai Standar Picu Resistensi". [link] Diakses tanggal 9 Mei 2014
[3] Lia Herlina. "Tuberkulosis dan faktor Resiko Kejadian MDR." [link] Diakses tanggal 9 Mei 2014
[4] WHO. "The Consolidated action plan to prevent and combat multidrug- and extensively drug-resistant tuberculosis in the WHO European Region 2011–2015". [link] Diakses tanggal 9 Mei 2014
[5] Medicastore. "Obat TBC". [link] Diakses tanggal 10 Mei 2014 
[6] Gerry Lyana. "Obat TB Gratis". [link] Diakses tanggal 10 Mei 2014