Gambar 1. Obat Anti Tuberkulosis (Sumber: Medicastore) |
"Ibu/Bapak, selama di rumah jangan sampai berhenti minum obatnya ya. Kalau sudah hampir habis, segera ke Puskesmas/ RS terdekat supaya bisa langsung disambung obatnya." Pernyataan tersebut adalah sebuah pernyataan yang familiar terdengar di sarana layanan kesehatan pada saat memberikan obat kepada pasien TB. Dokter, perawat maupun petugas farmasi sering memberikan penjelasan berulang-ulang mengenai tatalaksana pemberian obat kepada pasien. Mengapa hal ini menjadi sangat penting dan harus disampaikan berulang-ulang? Jawabannya hanya satu, mencegah terjadinya TB Resistan Obat.
TB Resistan Obat atau yang dikenal luas sebagai TB MDR (Multi Drug Resistance) adalah TB yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis yang telah mengalami kekebalan terhadap OAT (Obat Anti Tuberkulosis) [1]. Selain itu TB MDR atau TB Resisten Obat dapat didefenisikan sebagai sebuah kondisi dimana pasien resistan terhadap obat anti
tuberkulosis yang paling poten yakni INH dan Rifampicin secara
bersama-sama atau disertai resisten terhadap obat anti TB lini pertama (ethambutol, streptomycin, dan pirazinamide) [2].
Di beberapa negara seperti Indonesia, Ethiopia, India, Filipina, dan Rusia, jumlah kasus TB-MDR yang ditemukan dari penderita TB
yang menjalani pengobatan lini kedua meningkat antara 2009 dan 2011
dengan perubahan rata-rata per tahun lebih dari 50%. Di Indonesia,
misalnya, dari 182 (383) kasus TB-MDR yang ditemukan pada 2010 (2011), 142 (260) diantaranya ditemukan dari penderita TB yang menjalani pengobatan lini kedua [6].
TB Resistan Obat secara umum dikategorikan dalam 4 kategori [3]
TB Resistan Obat secara umum dikategorikan dalam 4 kategori [3]
- Primary resistance (Pasien TB Baru): terdapat resisten pada kultur pasien TB tanpa pengobatan sebelumnya atau TB kurang dari 1 bulan.
- Aquired resistance (Resisten yang didapat): resisten pada pasien yang telah mendapatkan pengobatan TB lebih dari 1 bulan
- Re Treatment resistance (Resisten berulang): resisten pada pasien dengan pengobatan yang diulang, setelah pengobatannya selesai
- Rifampisin-resistant: adanya resistensi terhadap obat rifampisin.
- Mono-resistant: adanya resistensi terhadap satu jenis obat anti tuberkulosis lini pertama
- Poli resistant: resistensi terhadap lebih dari satu obat anti tuberkulosis lini pertama, selain isoniazid dan rifampicin.
- Multidrug resistant (MDR): resistensi terhadap paling sedikit isoniazid dan rifampisin.
- Highly drug resistant (HDR): MDR disertai resistensi terhadap minimal 2 dari jenis obat lini kedua.
- Extensively drug-resistant (XDR): MDR disertai resistensi terhadap semua jenis fluorokuinon dan paling sedikit terhadap satu dari tiga jenis obat suntikan lini kedua (capreomisin, kanamisin dan amikasin), MDR disertai resistensi tehadap minimal 3 dari 6 jenis obat lini kedua.
MENGAPA TB RESISTAN OBAT BISA TERJADI?
Pertanyaan ini yang seringkali muncul dalam benak kita saat menemukan pasien yang sudah sekian bulan mengkonsumsi OAT namun ternyata mengalami TB Resistan. Untuk mengetahui bagaimana hal tersebut dapat terjadi, tentunya kita harus menguasai terlebih dahulu Farmakologi, Mikrobiologi dan Biokimia sebagai pembanding antara reaksi obat dengan tubuh.
Secara Farmakologi, OAT merupakan obat yang tergolong dalam kelas terapi antimikroba atau yang lebih dikenal dengan antibiotik. Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
- Obat primer: INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
- Obat sekunder: Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.
Meskipun demikian, pengobatan TB paru-paru hampir selalu
menggunakan tiga obat yaitu INH, rifampisin dan pirazinamid pada bulan
pertama selama tidak ada resistensi terhadap satu atau lebih obat TB
primer ini [5].
Gambar 2. Mycobacterium Tuberculosis, bakteri penyebab TB (Sumber: www.turbosquid.com) |
Bakteri penyebab TB menjadi resisten ketika penderita TB tidak mendapatkan atau tidak menjalani pengobatan lengkap. Resistensi obat TB, seperti drug sensitive TB juga dapat menular melalui udara dari penderita kepada bukan penderita. MDR-TB merupakan bentuk TB yang tidak me-respon terhadap standar 6 bulan pengobatan yang menggunakan obat standard atau first-line (resisten terhadap isoniazid dan rifampicin) Dibutuhkan waktu 2 tahun untuk diobati dengan obat yang 100 kali lebih mahal dibandingkan pengobatan dengan obat standard (first-line)[5].
Secara umum, TB Resistan Obat bisa terjadi pada penderita TB dikarenakan beberapa faktor,yakni [1] :
- Ketidakpatuhan pasien dalam meminum obat, sehingga pasien tidak menyelesaikan program pengobatan yang diberikan.
- Ketidaktepatan petugas kesehatan memberikan pengobatan baik paduan, lama pengobatan, dosis dan kualitas obat. Selain itu sistim suplai obat yang buruk akan memperberat keadaan.
Jika dibagi berdasarkan individu, TB resistan obat dapat terjadi karena ketidakmampuan pasien, petugas kesehatan serta keluarga/ orang di sekitar pasien;
- Ketidakmampuan pasien/ penderita, disebabkan oleh kurang pengetahuan atau kurang sumber informasi yang adekuat sehingga yang seringkali terjadi adalah ketidakpatuhan terhadap jadwal program pengobatan.
- Ketidakmampuan petugas kesehatan, disebabkan oleh kurang baik dalam memberikan pendidikan kesehatan serta menjelaskan obat beserta program pengobatan yang harus dijalani pasien. Stok OAT yang kosong di sarana layanan kesehatan masyarakat juga ditenggarai sebagai salah satu kelalaian yang dapat menyebabkan terjadinya TB Resistan Obat.
- Ketidakmampuan keluarga/ orang di sekitar pasien, disebabkan oleh kurang pengetahuan dan kurang inisiatif dalam mengingatkan serta mengawasi pasien untuk mengonsumsi OAT sesuai jadwal yang ditentukan
Pada dasarnya, TB Resistan obat dapat terjadi kepada siapa saja, namun cenderung akan lebih sering terjadi pada [1]:
- Tidak menelan obat TB secara teratur seperti yang disarankan oleh petugas kesehatan.
- Sakit TB berulang serta mempunyai riwayat mendapatkan pengobatan TB sebelumnya.
- Datang dari wilayah yang mempunyai beban TB resistan obat yang tinggi.
- Kontak erat dengan seseorang yang sakit TB resistan obat.
Gambar 3. Perawat membantu pasien makan dan minum obat (Istimewa) |
PERAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TB RESISTAN OBAT
Perawat memegang peranan strategis dalam upaya menurunkan angka terjadinya TB resistan obat melalui pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif dan profesional. Perawat diharapkan mampu menjadi garda terdepan dalam pelaksanaan program yang direncanakan pemerintah maupun organisasi yang berkaitan dengan TB di seluruh dunia. Perawat dituntut untuk memiliki kemampuan yang baik dalam melakukan upaya peningkatan kesehatan melalui promotif, preventif dan rehabilitatif sedangkan upaya kuratif lebih dibebankan kepada dokter bekerjasama dengan apoteker.
Upaya promotif dan preventif dilakukan dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga, terutama kepada pasien yang sebelumnya terdiagnosis TB. Hal ini menjadi faktor penting dan menentukan keberhasilan pasien TB dalam menjalani program pengobatan. Perawat dapat bekerjasama dengan kader kesehatan serta keluarga pasien sebagai PMO (Pengawas MInum Obat) untuk mencegah dan meminimalisir angka kejadian TB Resistan Obat yang disebabkan oleh masalah-masalah yang mengakibatkan pasien tidak meminum obat sesuai jadwal.
Dalam kaitan dengan TB Resistan Obat, maka ada 4 peran sentral perawat berdasarkan Lokakarya Kesehatan tahun 2008 yang dapat diterapkan dalam upaya penangananan, yakni:
- Peran perawat sebagai pelaksana layanan keperawatan; perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan TB Resistan Obat. Tepat dalam artian, seorang perawat mampu memberikan asuhan keperawatan secara sistematis berdasarkan proses keperawatan; pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.
- Peran perawat sebagai pendidik dalam keperawatan; perawat mampu memberikan pendidikan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien TB dan keluarga serta tenaga kesehatan lainnya. Pendidikan kesehatan menjadi poin penting dalam menanamkan pengetahuan kepada pasien dan keluarga mengenai pentingnya minum obat sesuai program pengobatan yang ditentukan. Terhadap keluarga, secara khusus perawat dituntut mampu memberikan motivasi untuk mengawasi perilaku minum obat pada pasien secara terus-menerus
- Peran perawat sebagai pengelola layanan keperawatan; perawat mampu melakukan manajemen dan pendataan yang baik mengenai kebutuhan khusus pasien seperti PMO (Pengawas Minum Obat) serta jadwal kunjungan rutin untuk memastikan pasien mengikuti program pengobatan yang ditentukan.
- Peran perawat sebagai peneliti dan pengembang layanan keperawatan; perawat mampu melakukan riset sederhana terhadap perilaku pasien TB dalam mengkonsumsi OAT. Hasil riset berupa data ini tentunya dapat dipegunakan untuk keperluan penelitian lanjut dalam upaya penanganan TB Resistan Obat. (piet)
[1] TB Indonesia. "Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resistan Obat". [link] Diakses tanggal 9 Mei 2014
[2] Kompas Health. "Tatalaksana TB Tak Sesuai Standar Picu Resistensi". [link] Diakses tanggal 9 Mei 2014
[3] Lia Herlina. "Tuberkulosis dan faktor Resiko Kejadian MDR." [link] Diakses tanggal 9 Mei 2014
[4] WHO. "The Consolidated action plan to prevent and combat multidrug- and extensively drug-resistant tuberculosis in the WHO European Region 2011–2015". [link] Diakses tanggal 9 Mei 2014
[5] Medicastore. "Obat TBC". [link] Diakses tanggal 10 Mei 2014
[6] Gerry Lyana. "Obat TB Gratis". [link] Diakses tanggal 10 Mei 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar